Pers Rilis – Koalisi Buruh Migran Berdaulat
Mereka Yang Tak Pernah Kembali:
Perempuan dan Bayi di Pusat Tahanan Imigrasi, Sabah, Malaysia Laporan Pemantauan, Maret 2022 – April 2023
Sepanjang Maret 2022 sampai April 2023 ada sebanyak 14 peristiwa deportasi massal dan 4 deportasi khusus dari Sabah, Malaysia, ke pulau Nunukan, Indonesia. Pada deportasi massal, jumlah deportan terbanyak per satu kali deportasi adalah 372 orang (Juni 2022) dan paling sedikit 24 orang (Maret 2023). Seluruhnya ada 2347 migran bersama keluarganya yang dideportasi. 380 diantaranya adalah perempuan dewasa. 174 deportan berusia di bawah 18 tahun, 84 diantaranya berusia di bawah 12 tahun, dan 41 orang diantaranya bayi di bawah usia lima tahun.
Pada kurun waktu tersebut, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) telah melakukan 8 kali aktivitas pemantauan dan berjumpa dengan lebih dari 100 orang deportan di rumah susun milik pemerintah yang dijadikan tempat penampungan sementara bagi migran yang baru dideportasi.
Perempuan dan Bayi di Tahanan Imigrasi
Pemantauan kali ini memberikan perhatian secara khusus terhadap kondisi tahanan perempuan dan bayi di empat Depot Tahanan Imigrasi (DTI) di Sabah, Malaysia. Secara terperinci kami juga menuliskan empat cerita penahanan perempuan. Dua diantara mereka meninggal semasa penahanan. Dua tertangkap bersama anaknya. Satu perempuan melahirkan semasa ditahan.
Fatimah,[1] usianya diperkirakan sekitar 50 tahun, meninggal di DTI Tawau setelah dua tahun lebih tidak kunjung dideportasi karena kewarganegaraannya tidak dapat dipastikan. Fatimah meninggal pada 11 Oktober 2022, sekitar jam 2 malam. Sebelum meninggal, ia sering mengeluh sesak nafas dan dadanya sakit. Ia juga telah melapor beberapa kali pada petugas, namun selalu diabaikan, sampai akhirnya meninggal.
Lalu Nur, [2] ia ditangkap bersama suami dan keempat anaknya, salah satunya berusia 4 tahun. Ketika tertangkap, Nur sedang menderita usus buntu dan dalam perjalanan pulang untuk berobat ke kampung halamannya di Bone, Sulawesi Selatan. Ia sempat dibawa ke rumah sakit dan dioperasi. Selama ditahan, Nur bersama kedua anak perempuannya (15 dan 4 tahun) harus tinggal di blok tahanan yang penuh sesak, dan tidur di dekat toilet yang kotor dan bau. Hal ini membuat kondisi Nur terus memburuk. Pada 13 Juni 2022, setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, Nur meninggal dunia. Seminggu kemudian, atas bantuan Konsulat Republik Indonesia di Tawau, jenazah Nur, bersama suami dan keempat anaknya dipulangkan ke Bone, Sulawesi Selatan.
Almarhum Fatimah dan Nur, kembali mengingatkan kita bahwa perpaduan antara buruknya kondisi pelayanan kesehatan di dalam pusat tahanan imigrasi dan penahanan berkepanjangan, terus berdampak pada hilangnya nyawa manusia.
Kami juga berjumpa dengan Timah yang ditangkap bersama kedua anaknya. Ketika ditangkap Timah berusia 49 tahun, kedua anaknya berusia 13 dan 16 tahun.3 Timah dan anaknya bekerja di sebuah restoran di Kota Kinabalu. Pukul 9 malam, 15 Januari 2020, ketika bersiap menutup restoran ketiganya ditangkap dalam sebuah operasi imigrasi. Karena status kewarganegaraannya tidak bisa segera dipastikan, mereka bertiga harus mendekam di DTI Menggatal selama 2 tahun 11 bulan.
Lalu kami juga berjumpa Asmiwati, berusia 22 tahun ketika ditangkap. Dua bulan setelah ditangkap, Asmiwati baru tahu kalau dirinya sedang hamil. Ia kemudian melahirkan di rumah sakit dan harus kembali ditahan bersama bayi nya yang baru lahir. Asmiwati ditahan selama 3 tahun 1 bulan di DTI Papar.
Fatimah, Asmiwati, Timah dan kedua anaknya adalah contoh kasus penahanan berkepanjangan yang terus terjadi karena status kewarganegaraan mereka tidak dapat segera dipastikan.
***
Pemerintah Sabah menangkap ribuan orang tanpa dokumen setiap tahunnya, termasuk ratusan anak-anak dan bayi. Sebagian kemudian dideportasi ke Indonesia melalui pulau Nunukan. Sebagian dari mereka yang ditangkap dan dideportasi sebenarnya lahir dan besar di Sabah, sehingga tidak pernah menjejakan kakinya di Indonesia. Hanya karena orang tua mereka berasal dari Indonesia, mereka kemudian dideportasi dari Sabah ke Nunukan.
Pada periode pemantauan sebelumnya, Maret – Desember 2021, ada 51 bayi berusia di bawah 5 tahun yang dideportasi. Pada pemantauan Maret 2022 – April 2023, kami menemukan 41 bayi berusia di bawah 5 tahun yang dideportasi.
Seluruh bayi yang dilahirkan semasa tahanan, dilahirkan di rumah sakit. Kecuali harus menjalani masa perawatan tambahan, mereka hanya dirawat 1 atau 2 hari di rumah sakit, setelah itu harus segera kembali bersama ibunya ke pusat tahanan imigrasi. Ketika belum benar-benar pulih, mereka harus menyusui anaknya di dalam DTI yang terkadang penuh sesak, kotor, panas, lembab, bau, dan berisik.
Selain itu, tidak ada satupun diantara mereka yang proses kehamilannya didampingi oleh pasangan atau keluarga terdekat.
Sebagian diketahui sedang hamil ketika ditangkap, namun sebagian lagi baru diketahui kehamilannya ketika sudah ditahan. Seluruh deportan yang hamil ketika masa penahanan, memang mengaku selalu mendapatkan pemeriksaan rutin dan melahirkan di rumah sakit. Tapi mereka mengatakan jika pemeriksaan rutin seringkali hanya sebatas mengecek apakah bayi di dalam kandungan masih bergerak atau tidak.
Setelah pemeriksaan, mereka tidak pernah mendapatkan vitamin, makanan dan nutrisi tambahan. Mereka harus mengkonsumsi makanan yang buruk seperti tahanan lainnya.
Padahal makanan yang cukup dan bernutrisi sangat penting bagi kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Beberapa perempuan yang melahirkan semasa tahanan, terus mengkhawatirkan kesehatan dan keselamatan bayi mereka. Walau bayi mereka mendapatkan imunisasi dan pemeriksaan kesehatan rutin, namun harus hidup di dalam blok tahanan yang bahkan orang dewasa pun bisa mudah sakit, terus membuat mereka khawatir.
Walau diberikan susu dan pampers, namun jumlahnya dianggap jauh dari cukup. Seorang ibu yang kami jumpai mengaku bahwa ia terpaksa menggunakan satu pampers berulang kali yang kemudian dilapisi kain. Banyak bayi yang kemudian juga menderita sakit gatal yang parah.
Seorang ibu bercerita bahwa ketika anaknya mengalami demam tinggi, dan melapor kepada petugas, namun tidak segera direspon. Baru setelah melapor beberapa kali diberikan obat panadol, itupun untuk orang dewasa. Beberapa petugas bahkan menyuruh orang tua untuk memandikan anaknya ketika sakit demam. Seluruh bayi yang dibawa kembali ke pusat tahanan imigrasi segera setelah dilahirkan dan harus hidup dalam kondisi yang buruk bersama ibu nya yang juga menderita.
Gabungan antara situasi kehamilan dan melahirkan selama masa tahanan, ditambah ketidakpastian kapan akan dibebaskan dan kondisi buruk di dalam pusat tahanan imigrasi membuat rasa sakit dan penderitaan mereka bertambah buruk.
Rekomendasi
Pada pemantauan kali ini KBMB menemukan beberapa kondisi yang lebih baik dibandingkan sebelumnya, antara lain adalah berkurangnya kepadatan DTI Tawau. Penderitaan deportan dan berbagai persoalan lainnya akan dapat dicegah seandainya jumlah tahanan tidak melampaui kapasitas dari tempat tahanan imigrasi. Maka, rekomendasi kali ini diturunkan dari
tiga pendekatan berikut: menghindari penahanan yang tidak seharusnya dilakukan, mengupayakan deportasi segera, dan perhatian khusus untuk orang-orang berkebutuhan khusus.
Menghindari salah tangkap dan kehilangan kemerdekaan yang tidak diperlukan. Laporan ini masih mencatat adanya penangkapan massal tanpa pemeriksaan individual yang seksama, penangkapan terhadap mereka yang mengaku tidak berdokumen karena tidak ingin terpisahkan dari anak-anaknya, dan penangkapan migran yang paspornya disimpan majikan. Melarang majikan menahan paspor dan kepatuhan terhadap prosedur penahanan seharusnya akan mengurangi kepadatan DTI.
Deportasi segera mereka yang sudah selesai menjalani masa penahanan imigrasi. Deportasi seharusnya dilakukan segera tanpa penundaan, karena tak seorangpun boleh kehilangan kemerdekaan barang sedetikpun. Deportasi segera akan secara efektif menurunkan kepadatan di DTI. Kedua negara -Malaysia dan Indonesia- niscaya perlu bekerjasama erat dan mengalokasikan sumberdayanya agar deportan yang telah menjalani masa penahanan segera dilepaskan.
Konseling dan bantuan hukum untuk memastikan kewarganegaraan dan pemberian dokumentasi. Penahanan berlarut-larut dialami oleh mereka yang status kewarganegaraannya tidak dapat dipastikan, karena tiadanya dokumen, atau dokumennya rusak dan hilang. Mereka perlu dibantu untuk dapat menjelaskan asal-usulnya, berkomunikasi dengan keluarga atau komunitasnya, guna melengkapi dokumentasi yang diperlukan. Waktu jenguk yang cukup akan membantu mereka mengakses layanan konseling dan bantuan hukum guna membuat mereka berdokumen.
Apabila penahanan memang diperlukan, beberapa hal yang dapat direkomendasikan adalah: Berikan informasi mengenai status hukum tahanan. Tahanan imigrasi mengalami derita psikologis berkepanjangan, yang juga tidak diperlukan, karena tidak tahu kapan penghukuman akan berakhir. Perbaikan administrasi peradilan harus segera dilakukan, termasuk memenuhi hak para tahanan untuk mengetahui status hukumnya.
Perbaikan sanitasi untuk mencegah penahanan imigrasi berkembang menjadi persoalan kesehatan masyarakat. Beberapa DTI mulai menyediakan pemeriksaan kesehatan berkala. Pada saat yang sama masih ditemukan persoalan seperti: toilet yang kurang atau tidak berfungsi, kamar mandi tergenang; pencemaran air dan kekurangan pasokan air bersih. Perbaikan sanitasi, akan sangat berdampak menahan penularan penyakit kulit, dan mencegah penahanan imigrasi berkembang menjadi persoalan kesehatan masyarakat; dan karena itu harus menjadi prioritas.
Berikan makanan yang layak dan bergizi. Gizi buruk menyebabkan imunitas menurun dan membuat tahanan lebih mudah tertular penyakit. Memberikan makanan yang layak dan bergizi akan mencegah timbulnya masalah kesehatan yang lebih besar. Pihak DTI juga perlu memberikan makanan dan nutrisi tambahan bagi ibu hamil dan baru melahirkan.
Mengembangkan penahanan alternatif untuk perempuan hamil dan menyusui, anak- anak, dan orang lanjut usia, dan orang berkebutuhan khusus lainnya. Laporan Pemantauan kali ini secara khusus memberikan perhatian pada perempuan dewasa yang ditangkap dan ditahan bersama anak-anaknya, serta perempuan yang hamil dan menyusui selama dalam tahanan. DTI tentu bukan tempat yang ideal untuk perempuan yang hamil dan menyusui. Pun anak-anak tidak seharusnya berada di tempat tahanan.
Mengingat migrasi dari Indonesia ke Sabah sudah berlangsung lama, dan penahanan imigrasi terus terjadi, dalam jangka lebih panjang pihak berwenang di Sabah dan Indonesia perlu duduk bersama untuk memikirkan, merumuskan, dan mengembangkan penahanan alternatif untuk perempuan hamil dan menyusui, anak-anak, orang lanjut usia dan orang-orang berkebutuhan khusus lainnya. Hal yang dapat direkomendasikan, dalam jangka waktu lebih pendek, adalah menyediakan fasilitas penahanan khusus yang terpisah -yang ramah perempuan, ramah anak, dan layak untuk kelompok-kelompok berkebutuhan khusus di atas.
Dikeluarkan pada: 26 Juni, 2023
Narahubung:
Nurismi Ramadhani, 082191250195
Abu Mufakhir, 081387733120
Catatan Kaki
[1] Bukan nama sebenarnya
[2]Bukan nama sebenarnya
[3] Timah meminta kami untuk menuliskan nama sebenarnya