Migran berdaulat – Sejak lebih dari 20 tahun lalu penangkapan dan deportasi massal terhadap orang-orang tanpa dokumen di Sabah, Malaysia, ke pulau Nunukan, Indonesia terus terjadi. Setiap tahunnya ribuan orang tanpa dokumen harus terpisah dari keluarga dan tempat kelahirannya. Sebelum dideportasi, sebagian yang tertangkap harus menjalani hukuman cambuk dan pemenjaraan, lalu dilempar ke pusat tahanan imigrasi yang buruk dan kejam untuk kemudian dideportasi.

Sabah adalah suatu negara bagian persekutuan Malaysia dimana satu dari tiga populasinya hidup tanpa identitas dan dokumen hukum apapun. Baik sebagai rakyat tanpa negara maupun penduduk tanpa dokumen. Tidak heran jika sebagian dari mereka yang dideportasi sebenarnya adalah penduduk yang lahir dan besar di Sabah; satu-satunya pengalaman mereka menyentuhkan kaki di Indonesia adalah ketika mereka dideportasi ke Nunukan.

Deportasi, sebagai praktik pengusiran paksa atas individu dan kelompok yang tidak diinginkan dari suatu teritori, dalam sejarahnya telah menjadi alat utama yang ditujukan untuk membangun pagar antara warga negara dan non-warga negara, antara mereka yang diinginkan dan tidak diinginkan, antara mereka yang dinilai layak dan tidak layak untuk hidup di suatu teritori. Lebih jauh lagi penangkapan dan deportasi massal penduduk tanpa dokumen adalah praktik penundukan dan pengendalian sebagian besar kelas pekerja yang hidup tanpa identitas legal apapun.

Kongsi cerita ketiga kali ini akan membicarakan tentang pengalaman hidup mereka yang lahir, tumbuh dan membangun hidupnya di Sabah, namun kemudian ditangkap dan dideportasi ke Indonesia. Bagaimana penangkapan sempat menghancurkan hidup mereka, memisahkan mereka dari rumah, keluarga dan pekerjaan yang mereka miliki, tapi mereka berhasil bangkit kembali.

Bagaimana mereka tetap menjaga harapan ketika dilemparkan ke dalam pusat tahanan imigrasi yang buruk dan tanpa sinar matahari; berbulan-bulan hidup dengan air kotor, makanan busuk dan kutu scabies yang merambat di kulit. Lalu dideportasi ke sebuah tempat yang tak pernah mereka kenali sebelumnya. Tapi sekali lagi mereka kembali ke Sabah, tanah kelahirannya, sebagai pernyataan bahwa mereka belum sepenuhnya kalah.

Selain itu ancaman penangkapan dan deportasi massal juga secara efektif telah menciptakan ketakutan sehari-hari bagi penduduk tanpa dokumen di Sabah. Mereka adalah manusia-manusia tanpa hak milik, dan harus bersembunyi ketika ada razia; lari dari kejaran petugas, menghindari jalan-jalan tertentu ketika ada operasi, terpaksa menyuap petugas agar bisa dilepaskan, dan seterusnya.

Dua orang perempuan penyintas pusat tahanan imigrasi Sabah akan berbagi cerita dan kemarahan mereka atas situasi ini. Mendengar dan belajar dari pengalaman keduanya adalah cara untuk mengungkap kekejaman bertahun-tahun. Sesuatu yang diciptakan dan terus dirawat oleh kekuasaan, yang kemudian kita kenali sebagai hukum.

Kongsi Cerita #3

  • Share:
img

Gerakan masyarakat sipil yang peduli dengan isu pemenuhan dan perlindungan hak-hak buruh migran Indonesia.

Headquaters

  • Jl. Faisal VII, No.22, Kec.Rappocini Kota Makassar, Sulawesi Sela
  • koalisiburuhmigranberdaulat@gmail.com
  • (+62) 812-4120-9441
  • Mon - Sat: 9:00 - 18:00
https://strokestudiosng.com/pkv/ https://strokestudiosng.com/bdq/ https://strokestudiosng.com/dmq/ https://coriancastle.com/pkv/ https://coriancastle.com/bdq/ https://coriancastle.com/dmq/ https://xenangthaongoc.com.vn/pkv/ https://xenangthaongoc.com.vn/bdq/ https://xenangthaongoc.com.vn/dmq/ https://raselchowdhury.com/pkv/ https://raselchowdhury.com/bdq/ https://raselchowdhury.com/dmq/ https://www.cnnickel.com/pkv/ https://www.cnnickel.com/bdq/ https://www.cnnickel.com/dmq/ https://seputarusaha.biz.id/pkv/ https://seputarusaha.biz.id/bdq/ https://seputarusaha.biz.id/dmq/ https://ppimcensis.or.id/pkv/ https://ppimcensis.or.id/bdq/ https://ppimcensis.or.id/dmq/ https://www.bluesunpv.com/pkv/ https://www.bluesunpv.com/bdq/ https://bluesunpv.com/dmq/